Berteman secara langsung dan melalui Media sosial

Sudah hampir sepekan ini, tiap pagi aku selalu direpotkan oleh hujan yang entah kenapa selalu hadir bertepatan dengan jam berangkat sekolah, walaupun semua itu adalah berkat dari Tuhan, namun jujur saja buatku, “gak banget deh…” selain karena aku berangkat dengan motor yang sudah pasti basah kuyup, niatku untuk berangkat bareng teman kecilku Tasya pun gagal total, Tasya lebih senang naik angkot atau taxi online ketika hujan, walaupun konsekwensinya sering telat sampai di sekolah, sedangkan aku tetap memilih naik motor bututku, ketimbang berlama-lamaan di jalan. “Ya… sesekali boleh juga sih naik angkutan umum, hitung-hitung bantu sesama mencari nafkah” gumalku dalam hati ketika mendengar penolakan Tasya tatkala kuajak berangkat bersama.

“Ooo… ya, aku belum cerita yaa…”, Tasya sekarang sekolah bareng aku loh.., walau kami beda kelas, namun kami sama-sama di sekolah dan tingkat yang sama, makanya kami berdua sering berangkat bersama dan sesekali pulang bersama juga, kami punya kegiatan yang berbeda, makanya tidak selalu bersama ketika pulang, sebagai anak gaul, aku pulang lebih sore ketimbang Tasya, neneknya sering khawatir jika ia pulang terlalu sore, sehingga ia selalu bergegas pulang tidak lama setelah jam sekolah berakhir. Itulah yang aku suka dari Tasya, ia selalu mementingkan perasaan Neneknya ketimbang kepentingan dirinya sendiiri, suatu sikap yang jarang kita temukan pada anak-anak muda dewasa ini, “termasuk aku…. hahahahaaaa”.

Tasya termasuk anak yang tidak terlalu mudah bergaul, walau punya paras cantik dan perawakan yang menarik, namun tidak menjadikannya lupa diri, ia bahkan cenderung menutup diri alias minder terhadap orang-orang sekitarnya, satu hal yang menjadi pertanyaan besar buatku, karena hal tersebut tidak pernah kualami ketika kami masih kanak-kanak dulu. “Ya sudah lah… mungkin dia sedang lelah” pikirku membelanya, walau begitu dia adalah salah satu teman terbaiku sampai saat ini.

Baru saja pikiranku tertuju pada Tasya, tiba-tiba seseorang menepuk punggungku dengan keras, sampai-sampai posisiku agak bergeser dari bangku panjang depan kelas, “Woooy… ngelamun aja, mikirin siapa sih Dreee…” teriak Yoyo teman kelasku, “gileee kau Yoo… mo bikin temanmu ini masuk rumah sakit apa??” timpalku dengan muka agak kesal, “hahahaaaa…santai broo, pagi-pagi gini udah ngelamun aja, kemasukan setan baru tau rasa kau”, sambung Yoyo menghiburku,  “Dasar sok tau kau Yo…, kalau pagi-pagi kau sudah dekat-dekat kaya gini, perasaanku rasanya gak enak deh, mo pinjam uang lagi??” sambungku sambil menunjuk mukanya yang terlihat tersenyum malu, “heheheee… koq kamu tau sih??, Andreas ganteng, tolong aku dong… tanggal tua niih” rayu Yoyo kembali, “Enggaaaa.., baru dua hari lalu kau pinjam uang ku, sekarang mo ngutang lagi?, pinjam Virgie sana kalau berani !!” jawabku sambil pergi meninggalkannya.

Yoyo itu sebenarnya baik dan dari keluarga berada, namun dia punya kebiasaan yang sulit dihilangkan, “Game online” yaaa… kebiasaan yang membuat seluruh uang sakunya ludes sebelum waktunya. Orang tuanya tinggal di Semarang, dan punya pabrik pengolahan makanan ternak, jadi bisa dibayangkan dong, betapa kayanya dia, hanya anehnya kenapa dia malah memilih Bogor sebagai tempat bersekolah, dari pengakuannya sih… karena Bogor banyak hujan, jadi lebih sejuk dari pada tempat kelahirannya, alasan yang aneh, tapi itulah Yoyo sahabatku sejak SMP, yang punya nama lengkap Pratikyo, tapi kami lebih akrab memanggilnya dengan Yoyo, lebih singkat dan mudah diucapkan. Ayahnya seorang blasteran Prancis dan ibunya wong Semarang tulen, tapi tak sedikitpun terlihat ada darah bule di wajahnya, hanya hidungnya cukup mancung untuk ukuran wajah Asia, mungkin karena ayahnya pun sudah bukan asli Prancis lagi yaa….

Hujan masih saja turun, walau tidak sederas tadi pagi, namun cukup membuat perutku melilit minta diisi, memang sedari pagi aku belum sarapan, kerana bangun kesiangan akhirnya terburu-buru berangkat sekolah dan melewatkan sarapan pagi bersama adik dan orang tuaku, Nasi goreng dan setumpuk roti bekal makan siangku sebenarnya sudah disiapkan Mama, namun karena tergesa-gesa akhirnya tidak sempat ku makan dan ku bawa. “Aduh laparnya…”, untung uang jajan sisa kemarin masih kusimpan dalam tas dan kulihat kantin sekolahpun sudah buka, ada Baso, siomai dan juga nasi kuning, hanya itu yang sudah siap terhidang, sedangkan soto Lamongan kesukaanku sudah seminggu ini tidak terlihat berjualan. “Hai… Virgie, tumben sudah nongkrong di kantin?, mana mamamu?” sapaku sambil mengambil piring dan membuka tudung rebusan siomai ikan milik kantin orangtua Virgie, “Ooo… ada, tuh sedang menyiapkan bumbu, kamu ambil saja dulu Dree.. apa yang kau mau” jawab Virgie membuka pembicaraan. Virgie itu teman baikku juga, sejak papanya meninggal, Mamanya harus banting tulang menghidupi ia dan kedua adiknya yang masih kecil, makanya aku sering sekali makan di kantin miliknya, selain untuk membantu ekonomi keluarganya, siomai dan baso buatan mamanya pun tergolong the best menu di kantin kami dan tentunya bayar “cash”, tidak seperti si Yoyo anak Game online itu.

Waktu masih menunjukan pukul 6.50 pagi, masih ada waktu 25 menit lagi sebelum bel masuk berbunyi. baru saja kubuka mulut untuk menyantap siomai ikan lezat ini, tiba-tiba masalah pun datang, “hadeeeh… Yoooo, kamu lagi, kamu lagi” langsung saja ku teriak depan muka Yoyo yang seketika hadir membawa mimpi buruk buatku. “Enak ya… Dree, aku boleh coba dikit?” dengan raut muka penasaran dan mata sedikit berbinar, Yoyo mulai menjalankan aksinya. “Sudah… ambil sana, aku yang traktir” jawabku sambil menahan tawa dalam hati, karena melihat tingkah Yoyo yang menyebalkan itu. “Virgie… aku ambil 5 yaa” Yoyo bergegas mengambil piring, namun dengan langkah cepat, Virgie menghalanginya “Eeeiit… gak boleh, kamu bayar dulu bon kemarin !!” Virgie marah besar terhadap orang yang sering berhutang di kantinnya, karena kantin inilah satu-satunya harapan hidup bagi keluarganya. “ Tenang Gie.., aku yang bayar koq, bairkan saja dia” sambungku meredam suasana. Virgie itu memang agak galak, bahkan dijuluki macan betina penunggu kantin, dulu dia tidak seperti itu, namun sejak keluarganya dirundung masalah, dia menjadi agak pemarah dan jutek, tapi dibalik semua itu dia baik hati koq.. wajahnya jg masih manis seperti dulu, agak eksotik dan menggemaskan.

10 menit berlalu dan kamipun makan dengan lahap, tanpa satupun siomai di piring yang tersisa, tubuh remaja kami memang butuh nutrisi dan energi lebih untuk menunjang aktifitas kami, jadi tak salah jika dalam satu hari remaja seumuran kami dapat makan lebih dari 3 kali, “hahahaaa…. boros banget yaa”, disela-sela makan aku sempat tertawa sendiri hingga orang-orang di sekitar pun menatapku dengan tajam, “heemm… aneh sekali, ruang kantin sebesar dan seramai ini, koq hanya suaraku yang terdengar lantang yaa?” kemana suara orang-orang itu, mereka semua seperti sedang asik dengan dunianya, “Ooohh… aku tahu, itu toh penyebabnya” Gatget… ya, perangkat yang satu itu memang memberikan banyak manfaat namun tidak sedikit membawa masalah sosial, terlebih bagi kaum milenial, sejak media sosial menjamur dan menjadi bagian gaya hidup kami, tidak jarang orang terjebak dalam dunianya yang eksklusif dan kurang dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, terbukti dengan konsisi yang baru saja kualami dikantin ini, suasana sedemikian ramai namun serasa dikuburan, karena orang lebih banyak menunduk menatap Handphone nya ketimbang berbicara dengan teman sekitarnya. Ironis bukan, namun itulah kenyataannya..

Bel tanda masuk akhirnya berbunyi dan pelajaran pertama pun dimulai, Bu Ami wali kelas kami menjadi pembuka pelajaran hari ini, beliau seorang guru mata pelajaran IPS yang telah mengajar lebih dari 12 tahun di sekolah kami. Baru saja bu Ami berdiri untuk memulai pelajaran, tiba-tiba datang seseorang mengetuk pintu, Oo.. rupanya pak Warno datang bersama seorang ibu yang terlihat sedang menangis, ingin bertemu dangan Bu Ami. “Sepertinya aku kenal dengan ibu itu, siapa yaa??.. Oooh aku ingat, itu kan orang tua Adel”. Adel memang sudah hampir satu minggu tidak masuk sekolah, pikirku ia sedang sakit, kami pun pernah mampir ke rumahnya untuk sekedar menjenguknya, namun ternyata ia tidak ada dirumah, demikian pula dengan ayah dan ibunya, rumahnya tampak sepi, dan kini kami pun baru mengetahui bahwa Adel sudah 1 minggu ini tidak pulang kerumah. Adel seorang anak yang agak tertutup, tidak banyak yang kami tahu tetentang pergaulannya, hanya Riri dan Rara sikembar kutu buku itu saja yang ku tahu sering bersamanya ketika jam istirahat, namun itupun sudah lama sekali, karena setelah Perpustakaan sekolah kami di bangun, Riri dan Rara lebih banyak menghabiskan waktu di perpus.

Pak Warno kepala keamanan Sekolah pernah melihat Adel berjalan dengan seorang laki-laki sepulang sekolah tepat sehari sebelum Adel dinyatakan hilang dari rumah, dan hal ini memang dibenarkan oleh orang tua Adel yang merasa kurang setuju dengan pertemanan mereka. Belakangan diketahui anak tersebut merupakan salah satu alumnus sekolah kami, dan kedatangannya ingin mencari tahu tentang anak tersebut melalui data yang diketahui oleh sekolah. Disaat semua orang panik mencari informasi yang dapat menjadi petunjuk keberadaan Adel, disaat itu juga Riri berdiri dan bersedia menceritakan apa saja yang ia ketahui, “Aku tahu sesuatu” Adel memang memiliki teman dekat bernama Rico, mereka berkenalan melalui media sosial dan sempat beberapa kali bertemu di depan sekolah, mereka selalu sembunyi-sembunyi karena orang tuanya tidak menyetujui pertemanan mereka. Kini Riri menjadi satu-satunya sumber informasi penting untuk menemukan Adel kembali.

Konsentrasi kami hari ini memang sempat buyar akibat kejadian pagi tadi, namun tugas kami belajar tetap berjalan seperti biasa nya. Pelajaran demi pelajaran kami lalui dengan baik hingga akhirnya sampai pada mata pelajaran terakhir mengenai Science dan Teknologi, kami banyak belajar mengenai perkembangan teknologi yang bukan hanya mempermudah kehidupan manusia, namun juga merubah prilaku manusia menjadi lebih individualisme. Apa yang Adel alami saat ini merupakan salah satu bentuk efek dari kecangihan media komunikasi melalui media sosial, dimana pertemanan sekarang tidak lagi harus bertatapan muka, namun cukup melalui layar HP, meskipun jaraknya saling berjauhan. Aku dan seluruh teman-temanku merupakan target dan pengguna terbesar media sosial, untuk itu perlu pengetahuan extra akan dampak positif maupun negatif dari perkembangan media sosial, dan tentunya peran orang tua dan guru pun semakin di perlukan guna menangkal dampak buruk perkembangan teknologi tersebut.

Apa yang kualami hari ini dapat menjadi pelajaran penting bagi kita semua, diamana interaksi dengan sesama secara langsung masih tetap diperlukan, buktinya sejak pagi hingga siang ini saja, sudah berapa banyak teman-teman yang kutemui, mulai dari Tasya, Yoyo, dan Virgie, belum lagi tentang Riri dan Rara, juga kisah Adel yang sampai saat ini membuat kami khawatir, namun jangan bosan yaa… karena lain waktu, aku akan melanjutkan kisahku tetang Adel, apa yang terjadi dengan nya dan bagaimana nasib selanjutnya. Demikian pula dengan kisah teman2 ku yang lain, terutama Tasya teman kecilku, apalagi sebentar lagi hari Valentine, “Hemm… sekolahku rencananya akan mengadapan pentas seni pada tanggal 14 Februari nanti loh. So jangan lewatkan ya,  sampai jumpa lagi… kawan-kawan.    

(Wellyanto)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *