Artikel

Retret Kuria Roma – hari 3-4 (3-4 Maret 2020)

RETRET KURIA ROMA – HARI 3-4 (3-4 Maret 2020) : PELAYANAN YANG MEMBERI SEMANGAT DAN PERINGATAN TERHADAP PENYEMBAHAN BERHALA

Hari 3 (Selasa, 3 Maret 2020 – Sesi 2) : Penyembahan berhala berakar dari kurangnya iman

Berfokus pada kisah anak lembu emas dalam kitab Keluaran, Pastor Pietro Bovati, SJ, kepala retret tahunan Kuria Roma dan sekretaris Komisi Kitab Suci Kepausan, mengatakan bahwa, meskipun penyembahan berhala kadang-kadang dipandang sebagai masalah di masa lalu, meskipun demikian tetap merupakan “dosa besar”. Bercermin pada berbagai aspek penyembahan berhala, beliau menyoroti keinginan untuk kepastian, memilih “melihat” daripada mendengarkan suara Allah yang tak kasat mata.

Pastor Bovati juga memperingatkan bahaya, khususnya di dunia digital modern, menjadi “pengikut” obyek penyembahan berhala. Secara khusus, beliau mengatakan mungkin ada semacam penyembahan berhala dalam ritualisme, karena peduli dengan upacara-upacara yang indah yang mungkin kurang adanya doa yang otentik yang berakar dalam mendengarkan dan menerima Sabda Allah.

Yesus mengatasi godaan untuk menyembah berhala ini, kata Pastor Bovati, ketika Ia menang atas Iblis selama pencobaan di padang gurun. Melalui teladan-Nya, Tuhan mengajarkan kita cara mengatasi kebutaan kita.

Hari 4 (Rabu, 4 Maret 2020 – Sesi 1) : Pelayanan yang memberi semangat

Dalam meditasi kelima, pada hari Rabu pagi, Pastor Bovati mengatakan satu-satunya penangkal rasa takut yang dirasakan orang saat ini adalah Sabda Allah, “yang menerobos sejarah manusia”.

Bercermin pada Penyeberangan Laut Merah (Kel 14) dan kisah Yesus berjalan di atas air (Mat 14), Pater Bovati mencatat bahwa tema penyeberangan malam sangat menonjol dalam kedua cerita. Secara khusus, orang-orang Ibrani berkecil hati oleh karena kesulitan pelarian dari Mesir. Musa, alih-alih mengritik orang-orang Ibrani, menggunakan “pelayanan yang memberi semangat” untuk membantu mereka mengandalkan Allah.

Dalam Injil Matius, para Rasul ketakutan ketika badai mengancam perahu mereka. Yesus datang kepada mereka, berjalan di atas air, dan menyemangati mereka, “Jangan takut”. Ia mengundang Petrus untuk memiliki pengalaman yang sama dengan berjalan di atas air, dan ketika iman Petrus goyah, Yesus memegang tangannya.

Pastor Bovati mengakhiri renungannya pada hari Rabu pagi tersebut dengan menyarankan kepada mereka yang hadir untuk mendoakan Mazmur 124 “sebagai doa pujian untuk Tuhan yang membebaskan kita, yang menyelamatkan kita”. Jika bukan “Yesus yang ada”, kita akan binasa di perairan yang dalam. “Tetapi perairan belum menenggelamkan kita : jerat tersebut putus, dan kita dibebaskan”.

( Peter Suriadi – Bogor, 5 Maret 2020 )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *