Menjadi Pastor: Melaksanakan Tritugas Yesus

Menjadi Pastor: Melaksanakan Tritugas Yesus

Oleh: RD Jeremias Uskono

Mengenai panggilan perlu dibedakan menjadi dua, yakni, panggilan umum dan panggilan khusus. Disebutkan demikian karena pilihan umat beriman. Disebut panggilan umum karena kebanyakan orang yang memilih untuk menempuh jalan panggilan ini. Hidup berkeluarga adalah panggilan yang banyak dipilih oleh umat beriman, maka ia disebut panggilan umum. Sedangkan klerikus, hidup bakti dan awam selibat adalah panggilan khusus karena tidak banyak orang yang dipanggil untuk menempuh jalan itu. Mengenai panggilan itu, Gereja meyakini pertama-tama Tuhan Allahlah yang berprakarsa dan menghendaki, terhadap itu manusia menjawab dan taat.

Bukan berarti panggilan khusus itu lebih spesial daripada panggilan umum atau kebanyakan orang mengatakan bahwa orang-orang yang menjadi Pastor dan suster itu lebih luhur daripada orang-orang yang berkeluarga. Terhadap hal ini, Gereja mengajarkan bahwa kedua panggilan itu memiliki kesamaan sejati dalam martabat dan kegiatan bagi semua yang dibaptis. Sebagai umat beriman Katolik, apapun panggilan atau bentuk hidup (forma vivendi) yang dipilih dan direngkuhnya memiliki kedudukan yang sama dan nilai karya yang sama. Perbedaan dalam tugas dan keadaan konkretnya hendaknya dapat dipandang, dimengerti dan diyakini sebagai hal yang harus saling mendukung, memperkarya dan melengkapi.

            Hal yang mestinya disadari adalah bahwa semua umat beriman Katolik yang dibaptis mengambil bagian dalam hal yang sama sebagai Gereja. Kita mengambil bagian yang sama dalam hidup, kekudusan dan misi. Semua panggilan atau bentuk hidup harus mengambil bagian di dalamnya karena yang diberikan oleh masing-masing merupakan sesuatu yang khas. Maka, satu tidak dapat menggantikan yang lain atau sebaliknya.

Kemudian, umat beriman Katolik bebas memilih bentuk hidup atau panggilan sesuai dengan hati nuraninya masing-masing (Bdk. Kan 219), tidak dipaksakan karena berhubungan dengan hak asasi dan iman.

Dalam menjalani bentuk hidup atau panggilan tersebut tentu saja kita percaya bahwa Tuhan senantiasa membantu dengan berbagai hal yang perlu agar kita masing-masing dapat melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Kita harus berusaha dengan segenap hati, akal budi, jiwa dan tenaga dalam keterbukaan, kerelaan dan bersedia bekerja dalam rahmat Tuhan.

Perjalanan Menjadi Imam

Saya masih ingat sekali ketika pertama kali tertarik memilih untuk menjadi pastor. Sejak SD saya “dipaksa” rajin mengikuti Perayaan Ekaristi Harian. Mama saya adalah orang yang selalu mengajak saya untuk merayakan Ekaristi setiap pagi. Perlu waktu yang lama untuk bisa mandiri dan membangun kedisiplinan diri untuk pergi ke Gereja merayakan Ekaristi harian.

Sebuah paksaan akhirnya menjadi kebiasaan dan sebuah kebiasaan menimbulkan ketertarikan. “Saya ingin seperti Romo itu” begitulah kalimat yang selalu terucap tatkala saya merayakan Ekaristi dan ikut bersama romo melakukan pelayanan di lingkungan-lingkungan. Ungkapan “Saya ingin seperti romo itu” seperti ungkapan seorang anak kecil ketika ingin menjadi seorang superhero idolanya. Ungkapan “Saya ingin seperti romo itu” kemudian mengantar saya untuk memulai perjalanan menuju tahbisan Presbiterat dengan masuk Seminari Menengah Stella Maris Bogor. Setelah 4 tahun tinggal di Bogor, akhirnya diosesan Bogor adalah pilihan saya setelah sebelumnya mengalami pergulatan batin. 9 tahun saya menjadi frater hingga akhirnya pada 22 Februari 2017 di Gereja Katolik Paroki Santo Fransiskus Asisi Sukasari saya menerima rahmat tahbisan Presbiterat. Saya bersama ketiga orang teman saya ditahbiskan menjadi Imam setelah kurang lebih 14 tahun bertempur. Bagi orang lain yang melihat perjuangan saya itu berat dan lama, tetapi bagi saya terasa cepat. Tantangan dan halangan pasti saya alami selama perjalanan menjadi Imam tetapi semuanya itu dapat saya hadapi dan lewati karena Tuhan sungguh luar biasa berkarya dalam hidup saya.

Menjadi Pastor: Melaksanakan Tritugas Yesus

Banyak orang yang mengira bahwa ketika seseorang menerima tahbisan presbyterat maka ia hanya menjadi Imam yang tugasnya hanya merayakan Ekaristi saja. Padahal, menjadi Imam itu berarti mengambil bagian dalam Trimunera Christi (tiga tugas Kristus) yakni sebagai imam, nabi dan raja. Ketika dibaptis kita mengambil bagian dalam kenabian, imam dan kerajawian Kristus sebagai partisipan. Namun ketika seseorang menerima sakramen tahbisan presbyterat, maka ia mengambil bagian sebagai imam, nabi dan raja secara ministerial, artinya sebagai penentu atau pengambil keputusan yang memiliki tanggung jawab yang lebih besar daripada awam. Maka, para imam ditahbiskan bukan hanya menjadi imam melainkan pastor, dalam hal ini, sebagai nabi, imam dan raja. Sakramen Tahbisan mengubah seseorang ke status yang berbeda, ke bentuk hidup yang berbeda. Para pastor ditahbiskan untuk diberikan atau dihadiahkan demi kepentingan umat beriman. Tujuannya adalah supaya umat tidak takut melainkan merasa aman beriman Katolik, tidak terkejut melainkan tetap tenang dan tidak hilang seorangpun, artinya tidak ada seorangpun yang meninggalkan Gereja Katolik.

Sebagai Imam, pastor memiliki fakultas untuk melakukan 4 cara pengudusan yakni liturgi, doa-doa, perbuatan tobat dan amal kasih. Pengudusan melalui liturgi adalah Perayaan Ekaristi dan perayaan sakramen-sakramen lainnya. Perayaan Ekaristi mesti juga dilengkapi dengan hidup doa, perbuatan tobat dan amal kasih yang dilakukan oleh pastor.

Imam sebagai nabi berarti bahwa pastor memiliki mandatum untuk memberikan Katekese dan homili atau khotbah. Pastor yang memberikan katekese ialah pastor yang menyampaikan pengetahuan dan pengalaman iman. Pengetahuan yakni ajaran iman, sosial dan moral, sedangkan pengalaman iman yang disampaikan adalah pengalaman iman diri sendiri, orang lain dan Santo-Santa. Pengalaman iman yang disampaikan ini adalah bagaimana Tuhan berkarya dalam diri seseorang. Maka, pastor yang berkhotbah dan berkatekese ini hendaknya membawa iman umat beriman menjadi hidup, eksplisit dan operatif. Iman yang hidup artinya iman yang menggerakan orang untuk berbuat baik. Iman yang eksplisit berarti iman yang jelas terlihat, nyata terlepas dari dongeng atau takhayul, tegas, tidak membingungkan dan harus meyakinkan. Iman yang operatif artinya bahwa iman itu mengerjakan sesuatu, iman yang mempunyai pengaruh kekuatan untuk membentuk diri, berpengaruh dalam mempertimbangkan dan mengambil keputusan serta berpengaruh pada cara berpikir, bertindak dan berkata-kata.

Imam sebagai raja berkaitan dengan pemerintahan dan hierarki. Hal ini didasarkan bahwa Tuhan ingin menyelamatkan umatnya tidak dengan sendiri-sendiri melainkan sebagai orang yang saling berkaitan. Pemerintahan dan hierarki menunjukkan adanya kehidupan bersama. Hidup bersama ditandai dengan milik bersama. Di dalam hidup bersama yang dicirikan dengan milik bersama ada aturan dan pemimpin yang mengaturnya (bdk. kan. 204 paragraf 2). Maka, seorang pastor hendaknya bisa memimpin pemerintahan gerejawi yang dipercayakan kepadanya.

One thought on “Menjadi Pastor: Melaksanakan Tritugas Yesus

  • 16/04/2018 at
    Permalink

    Hi, this is a comment.
    To get started with moderating, editing, and deleting comments, please visit the Comments screen in the dashboard.
    Commenter avatars come from Gravatar.

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *