“Cinta” dalam Kesetiaan Suami Istri
Masa pacaran dan awal pernikahan merupakan masa penuh romans bagi pasangan; biasanya setiap pasangan sejoli ingin selalu berdekatan dan berdua saja, saling ber-cengkrama dan berbagi rasa. Sesibuk apapun pasangan sejoli ini, mereka selalu berusaha hadir untuk orang yang dicintainya.
Namun setelah beberapa tahun pernikahan timbul masa kekecewaan; masa-masa dimana harapan-harapan dalam pernikahan tidak terpenuhi. Merasa kecewa dengan pasangan. Lah kok pasangan saya ternyata tidak peduli-an, tidak mau mengalah, perhitungan, protektif dll. Harapan akan perkawinan yang bahagia menjadi luntur. Relasi pasutri menjadi hambar dan merasa sendirian. Untuk mengatasi kekecewaan ini dicarilah pemenuhannya, dan biasanya dicari di luar relasi perkawinan. Ditambah lagi situasi jaman modern ini yang serba instan dan cepat menimbulkan gangguan-gangguan yang tidak ringan pada kehidupan berkeluarga. Disinilah kesetiaan akan sakramen perkawinan diuji.
Perkawinan adalah sebuah ikatan cinta kasih yang tidak dapat diputuskan oleh manusia dan merupakan janji dihadapan Tuhan. Suami istri dipanggil untuk hidup kudus, untuk saling setia dan mengasihi, dan saling memberikan diri secara total seumur hidup. Dengan demikian sebesar apapun badai yang menerpa bahtera perkawinan, suami istri harus saling bekerja sama untuk tetap setia mempertahankan keutuhan rumah tangga.
Mempertahankan kesetiaan pasutri membutuhkan “CINTA”. CINTA disini merupakan lima syarat kesetiaan yaitu Commitment (komitmen), Integrity (integritas), Nurture (merawat), Trust (kepercayaan), dan Appreciation (appresiasi).
1. Komitmen terhadap kesetiaan (Commitment)
Roma 12:11, “Janganlah hendaknya kerajinanmu kendur, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan”.
Secara sederhana, komitmen bisa diartikan sebagai sebuah tekad (keterikatan) yang kuat kepada sesuatu. Pasangan suami istri yang berkomitmen akan selalu menjaga janji setia yang telah diucapkan, apapun kondisi kehidupan mereka. Relasi intim dan saling mengikat diri harus terus dijaga untuk menjaga komitmen itu. Oleh karena itu, jangan pernah membiarkan perkawinan menjadi sebuah medan perang, dimana ada yang menang dan kalah, dimana yang satu ingin menguasai yang lain. Suami/istri harus mau mengalah atau berkorban bagi pasangannya. Semua orang boleh mengatakan, “aku adalah seorang pencinta sejati tapi hanya sedikit saja yang bisa bertahan dan setia ketika cinta menuntut pengorbanan”.
2. Integritas
Dalam hidup perkawinan, integritas dapat diartikan dengan kejujuran, tanggung jawab, dapat dipercaya dan konsisten (perbuatan sesuai dengan perkataan).
Allah menghendaki kita untuk hidup dalam kejujuran, dalam setiap tindakan yang kita lakukan. Berlaku jujur pada pasangan dan melakukan tanggung jawab dengan tulus hati akan membuat Allah berkenan. Sebagai pasangan sakramental kita harus bersedia untuk melaksanakan janji sebagai suami istri secara bertanggung-jawab, jujur, tidak saja saat di altar tapi juga untuk sepanjang hidup. Roma 2:2: “Tetapi kita tahu, bahwa hukuman Allah berlangsung secara jujur atas mereka yang berbuat demikian”.
3. Nurture (Memelihara, merawat)
Untuk mendapatkan relasi pasutri yang intim dan saling mengikat diri, tentunya perlu perawatan dan harus dipelihara terus menerus. Mengisi perkawinan mereka dengan mengambil sikap hidup yang mampu membangun nilai cinta dan kesetiaan. Hal ini dapat dilakukan dalam bentuk perbuatan yang sederhana dan dilakukan setiap hari atau terus menerus, namun dapat memberi kesan yang mendalam bagi pasangannya, seperti: memberikan waktu yang berkualitas, memberi perhatian istimewa, membawakan bunga, memberi kecupan, atau saling merangkul mesra.
4. Kepercayaan (Trust)
Amos 3:3: “Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji?”
Sebuah perkawinan dapat dikatakan baik jika mereka dapat saling mengungkapkan isi hati dengan kepercayaan penuh satu sama lainnya. Kepercayaan akan menciptakan kenyamanan, keamanan, dan keterbukaan bagi kedua pasangan, sehingga komunikasi mereka menjadi terbuka dan jujur apa adanya. Kepercayaan bahwa apapun itu, pasangan tetap akan menerima kita apa adanya. Kita perlu memiliki kepercayaan sepenuhnya kepada orang yang kita sayangi walau kadang sulit untuk melakukannya. Mungkin banyak hal yang membuat kita sulit percaya kepada pasangan dan biasanya karena ada hubungan/pengalaman di masa sebelumnya yang tidak baik, sehingga menjadi penghambat kita untuk memberi kepercayaan penuh pada pasangan. Namun kita tidak boleh tetap berada didalam pengalaman masa lalu. Karena tanpa adanya kepercayaan pada pasangan, hubungan akan menjadi negatif, saling curiga, dan rentan untuk kandas.
5. Apresiasi terhadap pasangan (Appreciation)
Setiap orang memerlukan apresiasi, secara sederhana, bisa berupa ucapan terima kasih, pujian atau sikap mau mendengarkan. Mengapresiasi pasangan bukan hal yang mudah, karena seringkali kita terjebak dengan pandangan bahwa yang dilakukan pasangan adalah hal yang sudah semestinya. Ucapan terimakasih atau pujian sederhana yang tulus untuk hal yang dilakukan pasangan untuk kita akan membuat dia bahagia. Terima kasih untuk istri yang sudah menyiapkan sarapan, pujian untuk suami yang mau membantu membuang sampah, berterima kasih untuk pasangan yang mau menemani di meja makan sambil mendengarkan apa yang kita katakan. Apresiasi akan hal-hal sederhana dalam kehidupan sehari-hari merupakan ucapan syukur bahwa pasangan kita masih ada di samping kita.
Jalankan “CINTA” dalam kehidupan perkawinan anda, karena jatuh cinta itu mudah tetapi membangun cinta itu yang sulit.
Jadi,… sudahkah anda men-“CINTA”-i pasangan anda hari ini?
( NP-Marriage Encounter Bogor )