Natal Di Tengah Pandemi
Perayaan hari natal merupakan tanda hadirnya Kristus di tengah dunia, kita sebagai pengikut Kristus menantikan kehadiranNya di tengah-tengah kita. Terutama dalam situasi sekarang, situasi pandemi di mana dalam setiap belahan bumi ada banyak yang meninggal, ada banyak yang terjangkit. Banyak orang mengalami saat-saat ketidakpastian karena berbagai persoalan sosial ekonomi. Maka dari itu kehadiran natal menjadi suatu tanda, untuk semakin mengarahkan pandangan kita akan Yesus dengan iman dan harapan mengenai kerajaan Allah yang dibawa Yesus pada kita. Kerajaan Allah yang memulihkan, kerajaan Allah yang menyelamatkan, kerajaan Allah yang adil serta damai.
Situasi pandemi menyingkapkan betapa rentan dan saling berhubungan kita satu sama lain. Jika kita tidak saling mempedulikan satu sama lain mulai dari yang paling lemah maka kita tidak dapat memulihkan dunia. Pandemi Virus korona bukan hanya sebuah penyakit yang harus dibasmi, akan tetapi, pandemi juga menampilkan penyakit sosial yang lebih luas. Salah satunya adalah memandang sesama sebagi objek untuk dimanfaatkan dan dibuang. Situasi pandemi menunjukan situasi yang mendorong orang pada budaya mengeliminasi, individualistis dan agresif, yang mengubah manusia menjadi barang konsumtif. Sikap yang tidak peduli: “saya akan mencari jalan lain” dan individualistik: “mencari hanya apa yang sesuai dengan kepentingan diri“, semakin kental untuk menyelamatkan diri. Budaya yang semakin tidak peduli dan menyingkirkan hal-hal yang tidak memiliki pengaruh terhadap diri, dan hal-hal yang tidak menarik bagi pribadi, semakin memperburuk relasi antar manusia, yang mana efeknya semakin bisa kita rasakan yaitu kesenjangan dan diskriminasi terutama terhadap mereka yang lemah dan miskin.
Dalam menyambut perayaan Natal ditahun ini kita mau diajak untuk
menyembuhkan dari virus yang kecil dan mengancam kehidupan serta juga virus yang lebih besar yaitu ketidakadilan sosial, kesenjangan kesempatan, marginalisasi dan langkanya perlindungan yang paling lemah. Harus kita ingat kembali bahwa Kristus adalah Allah yang merendahkan diri-Nya sendiri dan menjadikan-Nya sama seperti manusia; Dia tidak memilih hidup yang istimewa melainkan memilih hidup sebagai hamba. Ingat bahwa perayaan natal kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus lahir dalam tempat yang sangat sederhana yaitu dalam palungan. Yesus lahir dalam keluarga yang sederhana dan bekerja sebagai tukang kayu. Yesus pun semasa hidupnya hadir berada di antara mereka, kaum miskin, tersingkir, serta memperlihatkan kasih dan kemurahan hati Allah. Mereka yang
terkena virus ini sering kali diposisikan sebagai orang kusta yang najis dan kotor. Namun Yesus berulang kali mendatangi mereka, maka para pengikut Yesus mengenali diri mereka sendiri dengan kedekatan mereka pada kaum miskin, mereka yang lemah, mereka yang tesingkir, mereka yang sakit dan dipenjara, mereka yang dilupakan, mereka yang tanpa makanan dan pakaian. Bagaimana dengan kita? Apakah kita berani mengasihi mereka yang terkena virus, seperti Yesus?
“Iman, harapan, kasih semestinya mendorong kita pada keberpihakan pada
mereka yang sangat membutuhkan sampai melampaui bantuan yang diperlukan.(EG. 198).” Kita sebagai pengikut Kristus mendambakan kedatangan Yesus pada hari raya natal, namun di tahun ini di tengah situasi pandemi, kita diajak untuk melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar menunggu. Perayaan natal tahun ini memang tidak bisa semeriah tahun-tahun sebelumnya. Jalanan yang sepi, tak ada pesta, tak ada hingar bingar dan tak ada kesemarakan. Akan tetapi kasih Allah dan penantian kita akan harapan kedatangan Yesus menjadi lebih bermakna ketika kita bertindak untuk sesama. Memang kita semua cemas akan dampak dari pandemi ini. Kita dan semua orang ingin kembali kepada normalitas dan melanjutkan aktivitas. Akan tetapi “normalitas” ini hendaknya tidak termasuk pada ketidakadilan, dan marginalisasi, serta mengucilkan mereka yang lemah dan miskin. Jika virus memperkuat suatu dunia yang tidak adil pada mereka yang miskin dan rentan, maka kita harus mengubah dunia ini. Kita diajak untuk mengikuti teladan Yesus, sebagai penyembuh, penyembuhan baik secara fisik, sosial dan spiritual. Seperti
penyembuhan yang dilakukan Yesus, kita mesti bertindak untuk menyembuhkan pandemi dan menyembuhkan mereka yang terluka oleh
ketidakadilan sosial. Secara sederhana kita bisa memulai untuk mengasihi mereka dengan kasih yang nyata, terutama mereka yang berada
dipinggiran dijadikan pusat dan yang terakhir menjadi pertama.
Virus yang tidak mengenal batas, penghalang atau pembedaan budaya atau
politik harus dihadapi dengan kasih yang tidak mengenal pembatas, penghalang atau pembedaan. Allah mengasihi kita tanpa batas sampai mengutus putraNya yang terkasih untuk turun kedunia menebus dosa umat manusia. Maka kita sebagai pengikut Kristus juga harus bisa melawan kondisi dunia dengan melakukan tindakan kasih yang tak terbatas milik Allah. Jangan sampai dimasa pandemi ini kita memiliki kecenderungan untuk menolak mereka yang sakit dan lemah serta lansia. Terutama dalam menyongsong peryaan natal ditahun ini, jangan sampai kita menjadi seperti pemilik penginapan yang menolak Yusuf dan
Maria saat Yesus akan lahir! Ingat kita harus merawat mereka yang sakit, mereka yang membutuhkan dan mereka yang disingkirkan. Jangan sampai karena virus pandemi ini kita menolak untuk menolong sesama dengan
alasan untuk menyelamatkan diri. Bayangkan ketika keluarga Nazaret (Yusuf dan Maria) saat membutuhkan pertolongan penginapan untuk
melahirkan juru selamat dunia tapi malah mendapat banyak penolakan!
Memang virus ini menyebabkan luka yang dalam dan menyingkapkan kerapuhan fisik, sosial dan spiritual kita. Namun di tengah situasi pandemi jangan sampai kita dengan mudahnya jatuh pada jebakan antroposentrisme yang tidak seimbang dan arogan, dimana “aku” menjadi pusat segalanya, memandang terlalu penting peran sebagai umat manusia, menempatkannya seakan sebagai penguasa mutlak akan semua ciptaan.
Pada saat ini dalam menyongsong kelahiran Kristus kita mau diajak untuk mengambil bagian dalam pemulihan relasi-relasi dengan segala karunia dan kemampuan kita. Kita diajak untuk mempersiapkan dunia yang lebih baik ketika Yesus hadir ke dunia melalui peristiwa natal.
Ketika kita berusaha untuk kembali pada situasi new normal janganlah situasi normalitas yang sakit dan penuh ketidakadilan. Akan tetapi normal baru yang harus kita usahakan dalam menyongsong kelahiran kristus adalah, normal yang mana Kerajaan Allah meraja di tengah dunia, dimana ”orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan, dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik (Mat. 11:5)” Di dalam normalitas baru kita sebagai pengikut Kristus sudah seyogyanya membantu, membagi dan menyalurkan rahmat, bukan malah sebaliknya memiliki, memisahkan dan menumpuk. Di dalam menyiapkan perayaan Natal ditengah pandemi kita sebagai pengikut Kristus diajak untuk memberi tapi bukan memberi sedekah, namun memberikan diri dan memberikan hati.
Marilah kita menempatkan harapan dan perjalanan menuju pemulihan akibat pandemi ini di bawah perlindungan Bunda Maria, Bunda Kesehatan kita. Semoga dia yang mengandung Yesus dalam rahimnya membantu kita menjadi layak dipercaya. Semoga dalam bimbingan Roh Kudus kita dapat bekerjasama dalam mempersiapkan kedatangan Yesus juru selamat kita. Dan semoga di tengah situasi pandemi ini, sebagai pengikut Kristus kita mampu mempersiapkan normal baru dengan situasi Kerajaan Allah untuk membagikan sukacita akan perayaan natal, kedatangan Yesus di tengah dunia kepada semua orang. Tuhan Memberkati.
( RD Petrus Sunusmo Galih Widodo )