Kain Kafan Turin
http://petros-petrodes.blogspot.com/2013/07/kain-kafan-turin.html
Kafan Turin adalah kain yang “dipercayai sebagai” pembungkus mayat Yesus dan kini disimpan dalam gereja di kota Turin, Italia Utara. Panjang kain itu 4,36 m dan lebarnya 1,12 m. Penginjil memberi kesaksian bahwa mayat Yesus dikafani (Yoh. 19:40 par). Dan pada waktu Yesus bangkit, yang tertinggal di makam-Nya hanyalah kain kafan-Nya (Yoh. 20:1-10 par). Sudah lumrahlah bahwa kain kafan Yesus itu dibawa, disimpan dan dihormati oleh para murid-Nya. Tetapi, karena menjadi murid Kristus pada tiga abad pertama sangat susah dan diancam akan dibunuh, maka selama itu pula tak ada berita tentang kain kafan itu.
Baru sesudah tahun 313, ketika Kaisar Konstantinus menjadi Kaisar Roma, dan memperbolehkan rakyatnya beragama Kristen, maka agama Kristen maju dengan pesat dan umat merasa bebas dalam mengungkapkan imannya. Pada tahun 398, Santo Sirilus, Uskup Yerusalem, mempertunjukkan kain kafan Yesus kepada umat. Pada tahun 670, Uskup Arkulfus dari Aritani, Perancis, menulis dalam buku hariannya bahwa ia berziarah ke Yerusalem dan di sana ia melihat, mencium dan mengukur panjang kain kafan Yesus. Pada tahun 1005, Yerusalem jatuh ke tangan orang Turki. Orang-orang Kristen lari ke Konstantinopel. Mereka membawa serta barang-barang suci, termasuk kain kafan Yesus.
Pada tahun 1147, Raja Louis VII, dari Perancis, datang ke Konstantinopel dan dia menghormati kain kafan Yesus. Pada tahun 1353, kain kafan itu diketahui berada pada keluarga Geoffrey de Charny di kota Lirey, Perancis dan rnereka memamerkannya pada tahun 1357. Pada tahun 1452, kain kafan itu dipertukarkan dengan sebuah puri dan tanah oleh Pangeran Louis Savoie. Kain tersebut disimpan dalam sebuah kapel di Chambery dan kapel itu terbakar tahun 1532, sehingga menghanguskan lipatan-lipatan tertentu akibat peti perak penutup kain itu meleleh terbakar. Lalu Suster-suster Klaris memperbaiki kain itu. Pada tahun 1578, Raja Savoie, Emmanuelle Filibert II, memindahkan kain kafan tersebut ke kota Turin. Dalam Perang Dunia II, kain tersebut sempat dipindahkan ke kota Napels, tetapi pada tahun 1946 kain kafan tersebut dikembalikan ke kota Turin dan disimpan di sana sampai sekarang.
Kain kafan tersebut menarik perhatian dunia karena menyangkut jawaban atas tiga pertanyaan ini:
- Apakah benar gambar yang tertera pada kain kafan itu benar-benar dari darah manusia dan bukan lukisan?
- Apakah benar bahwa kain kafan Turin itu benar-benar kain kafan Yesus?
- Bagaimana caranya hingga gambar itu bisa tertera pada kain kafan tersebut?
Tak dapat disangkal bahwa gambaran Manusia yang tertera pada kain kafan Turin itu mirip dengan gambaran Yesus yang didera dan disalibkan, sebagaimana dikisahkan dolam keempat Injil. Dari penelitian-penelitian, dapatlah diketahui banyak hal tentang penderaan, pemahkotaan duri, penyaliban, penikaman lambung dan pemakaman Yesus.
Dari hasil penyelidikan, tak dapat diragukan lagi bahwa:
- Kain kafan itu pernah dipakai untuk membungkus seorang manusia.
- Gambar manusia itu membekas pada kain kafan itu.
- Bekas-bekas dalam gambar itu adalah benar-benar bekas-bekas darah dan bukan lukisan atau potret, sebab ditemukan adanya hemoglobin pada gambar tersebut.
Untuk menjawab pertanyaan apakah kain kafan itu pembungkus mayat Yesus, Dr. Max Frei, seorang ahli ilmu tepung sari, pernah menyelidiki dan menemukan bahwa di antara serbuk-serbuk yang terdapat dalam kain kafan Turin itu, ada tepung sari dari tanaman yang hanya tumbuh di Palestina, ada tepung sari dari tanaman yang hanya tumbuh di Turki, dan ada tepung sari dari tanaman yang hanya tumbuh di sepanjang Laut Tengah. Dan Prof. Gilbert Raes, seorang ahli teknologi tekstil, menemukan bahwa kain kafan Turin itu adalah sebuah tenunan yang ada di Timur Tengah sebelum abad I Masehi. Tetapi Gereja masih membuka pintu bagi penyelidikan yang lebih canggih. Pada hari Kamis, tanggal 13 Oktober 1988 Uskup Agung Turin, Anastasio Kardinal Ballestrero, mengumumkan hasil penyelidikan kapan kain kafan itu dibuat. Anastasio Kardinal Ballestrero mengatakan bahwa pengujian dengan Karbon 14 (C-14) yang dilakukan di tiga laboratorium di Inggris, Amerika Serikat dan Swiss menunjukkan bahwa kain kafan Turin itu dibuat antara tahun 1260-1390. Tetapi ada yang menyanggah, bahwa kain kafan yang diselidiki ternyata dipalsukan. Selisih pendapat sekitar kain kafan hingga kini masih tetap berlangsung. Namun Kardinal itu menambahkan: “Gereja percaya pada gambar yang terbayang pada kain kafan itu dan bukan pada sejarahnya, karena bayangan Yesus Kristus itu kenyataannya sangat menarik dan orang sangat percaya pada Yesus”. Gereja Katolik Roma tidak mengakui kain kafan Turin itu sebagai suatu peninggalan yang patut dianggap suci, tetapi gereja tetap merawatnya dengan penuh rasa hormat sebab masih adanya kemungkinan kain kafan itu merupakan kain kafan Yesus Kristus.
Tetapi, sampai sekarang yang belum bisa dijawab secara ilmiah adalah bagaimana gambar manusia yang menderita bisa tertera pada kain kafan itu. Sebab gambar manusia itu bukanlah lukisan dan bukan potret juga. Gambar itu benar-benar dari darah manusia dan manusia yang tertera pada kain kafan itu mirip dengan Yesus yang disalibkan, lengkap dengan luka-luka-Nya. Adakah cara gambar manusia yang tertera pada kain kafan itu adalah cara Yesus bangkit?
Dalam Kitab Suci tidak ditemukan bagaimana caranya Yesus bangkit dari mati. Dari penyelidikan Kain Kafan Turin, dapatlah kita ketahui bahwa:
- Mayat Yesus tidak berada cukup lama dalam kain kafan-Nya, sebab jika lebih dari 4 hari maka mayat akan membusuk. Padahal tidak ditemukan adanya pembusukan dalam kain kafan itu.
- Ketika bangkit, mayat Yesus tetap terbungkus dalam kain kafan-Nya, sebab bekas-bekas darah dalam kain kafan itu tetap utuh; bekuan darah-Nya tidak retak atau rusak.
- Yesus bangkit dengan kekuatan energi yang luar biasa, bersinar cemerlang sehingga gambar Yesus pada kain kafan itu memiliki ciri-ciri barang hangus.
(Peter Suriadi, 2013)