Makna Logo Resmi Hari Minggu Sabda Allah Setiap Hari Minggu Biasa III
Hari Minggu Sabda Allah untuk pertama kalinya akan dirayakan pada 26 Januari 2020.
Paus Fransiskus telah meminta agar Hari Minggu Biasa III setiap tahun diperingati sebagai hari khusus yang diperuntukkan bagi perayaan, pembelajaran, dan penyebaran Sabda Allah. Sehubungan hal ini, Vatikan telah mengeluarkan logo resmi. Logo tersebut disampaikan oleh Uskup Agung Rino Fisichella, ketua Dewan Kepausan untuk Mempromosikan Evangelisasi Baru, kepada para wartawan pada konferensi pers Vatikan pada 17 Januari 2020, menjelang Hari Minggu Sabda Allah yang untuk pertama kalinya dirayakan pada 26 Januari 2020.
Ikon perjumpaan dengan Yesus di jalan menuju Emaus dipilih sebagai logo resmi untuk perayaan Hari Minggu Sabda Allah (Italia : Domenica della parola di dio) di seluruh dunia. Logo berwarna-warni ini berlandaskan ikon karya mendiang biarawati Benediktin, Suster Marie-Paul Farran. Suster Marie-Paul Farran adalah anggota Kongregasi Bunda Maria dari Kalvari, yang tinggal dan bekerja di biara kongregasi tersebut yang terletak di Bukit Zaitun, Yerusalem.
Logo memperlihatkan tangan kiri Kristus yang bangkit sedang memegang sebuah gulungan, yang merupakan “Kitab Suci yang menemukan penggenapannya dalam diri-Nya. Di samping-Nya ada dua murid : Kleopas dan Maria, istrinya. Keduanya memusatkan pandangan pada Kristus. Tangan kanan Kleopas yang memegang tongkat menunjukkan “sebuah peziarahan” dan tangan kirinya yang menunjuk ke depan melambangkan jalan yang harus diambil oleh semua murid untuk membawa Kabar Baik kepada semua orang. Tangan kiri Maria terangkat ke atas dan tangan kanannya tampaknya menyentuh Tuhan yang telah memenuhi janji-janji sejak dahulu kala dan merupakan Sabda yang hidup yang harus diberitakan kepada dunia.
Terlihat juga sebuah bintang di langit yang melambangkan evangelisasi dan “cahaya tetap” yang memandu perjalanan mereka dan menunjukkan jalan kepada mereka. Yang menarik adalah kaki ketiga orang itu digambarkan bergerak. Penggambaran ini untuk menyatakan bahwa pemberitaan Kristus yang bangkit tidak dapat dicapai oleh “murid-murid yang lelah atau malas” tetapi hanya oleh murid-murid yang “dinamis” dan siap untuk menemukan cara-cara berbicara yang baru sehingga Kitab Suci dapat menjadi pedoman yang hidup dari kehidupan Gereja dan umatnya.
(Peter Suriadi – Bogor, 24 Januari 2020)