Komunikasi yang Efektif

“Taruh dulu dong hpnya, please! Ada yang ingin saya bicarakan sama kamu.” “Ngomong aja lah! Saya denger kok!” “Ya gak bisa gitu dong! Mana mungkin kamu dengar? Kamu sibuk sendiri dengan hp. Ini penting.” “Denger! Pasti denger! Saya kan gak budek! Lebay amat sih?” Pernah mengalami hal seperti ini? Atau pernah menghadapi situasi yang hampir sama seperti pengalaman saya di bawah ini?

Saya ingat satu saat saya pernah kapok datang ke reuni. Percuma dan buang-buang waktu saja! Waktu itu saya sangat bersemangat menghadiri reuni karena buat saya ini reuni unik. Pesertanya adalah teman-teman TK dan SD dulu. Bayangkan saja, mereka teman-teman jaman baheula alias jaman duluuuuu banget. Saya berpikir pasti akan menyenangkan sekali bertemu mereka dan ngalor ngidul bertukar cerita tentang keadaan kami masing-masing. Pasti ceritanya banyak dan beraneka warna setelah bertahun-tahun kami tidak bertemu.

Kebetulan hari reuni berbarengan dengan kepulangan saya ke Bogor setelah beberapa hari tugas kerja di luar kota. Sejak di pesawat pun saya gelisah dan tidak sabar untuk segera sampai di Bogor dan langsung ke acara reuni. Menunggu koper saja menjadi hal yang paling menyebalkan karena saya merasa ban berjalannya kok slow banget. Padahal ban berjalan itu beroperasi secara normal dan saat itu penerbangan juga tidak terlalu padat. Jadi sebenarnya sayanya saja yang tidak sabaran.

Setelah koper-koper saya berhasil ke luar (akhirnya!), saya langsung loncat ke dalam taksi yang akan membawa saya pulang. Dalam perjalanan saya tersenyum sendiri membayangkan teman-teman yang akan saya temui nanti. Pasti seru! Setelah menempuh lalu lintas edisi Jumat siang menuju sore yang cukup padat, sampailah saya di tempat tujuan. Saya mendapati teman-teman saya sudah berkumpul di meja yang sudah dipesan sebelumnya. Setelah bersalaman dan cupika cupiki yang heboh, saya pun duduk dan merapikan letak barang-barang bawaan saya yang lumayan banyak supaya tidak menghalangi jalan. Saya pun siap mengobrol.

Beberapa dari mereka mengangkat muka dan tersenyum, lalu berkata dengan perkataan yang hampir sama, “Sebentar ya! Saya balesin wa ini dulu. Penting soalnya.” Lalu mereka kembali menunduk dan sibuk dengan hp masing-masing. Salah seorang teman saya yang duduk tepat di hadapan saya, “Untung kamu terlambat. Mereka dari tadi begitu. Teknologi mendekatkan yang jauh, tapi menjauhkan yang dekat.” Ketika makanan dihidangkan pun mereka masih sibuk sesekali, bahkan seringkali melihat gadget sambil ngobrol. “Terusin aja ngobrolnya. Saya dengar, kok!” Percakapan ngalor ngidul pun mulai berseliweran. Tapi selalu ada yang menyela dan berkata, “Gimana tadi ceritanya? Saya gak nyambung” Saya perhatikan teman-teman saya, antara menikmati hidangan dan obrolan yang terputus-putus dan seringkali tidak nyambung, yang pastinya tidak lepas adalah hp. Terus saja seperti itu sampai tiba waktunya kami pulang. Dalam hati saya berpikir, lebih baik tadi langsung pulang dan istirahat daripada bela-belain datang. Ketemu sih ketemu, tapi kalau masing-masing sibuk sama hp, ya reunian aja via Whatsapp. Sama aja kan?

Anda pasti pernah mengalami situasi serupa atau yang mirip-mirip dengan dua situasi di atas. Anda merasa diabaikan dan tidak didengar karena teman bicara Anda lebih sibuk sendiri dengan gadgetnya. Ujung-ujungnya bikin males ngomong, kan? Padahal mereka yang diajak bicara seringnya bilang, “Ngomong aja. Saya denger, kok!” Kalau beneran mendengar, kok gak nyambung? Komunikasi yang efektif tidaklah mudah. Banyak problematikanya. Salah satu masalah komunikasi yang krusial dan mendasar adalah pemahaman tentang mendengar dan menyimak.

Mendengar vs. Menyimak, Apa Bedanya?

Kebanyakan orang menganggap bahwa mendengar dan menyimak itu sama. Walaupun mendengar dan menyimak sama-sama menggunakan telinga, sebenarnya keduanya berbeda. Mendengar adalah ketika Anda menerima gelombang suara melalui telinga. Hampir setiap saat kita mendengar berbagai macam suara. Telinga kita secara otomatis bekerja sehingga kita bisa mendengarkan suara-suara di sekeliling kita. Menyimak adalah ketika Anda menerima gelombang suara melalui telinga dan memberikan perhatian penuh terhadap suara tersebut, atau dalam hal ini kata-kata dan kalimat dari si pembicara sehingga Anda benar-benar memahaminya. Yuk kita pelajari bersama perbedaan dasarnya.

Mendengar adalah kemampuan seseorang untuk mempersepsikan suara dengan menerima getaran melalui telinga. Menyimak adalah secara sadar melibatkan analisa dan pemahaman akan suara yang Anda terima. Semua orang, siapapun juga, selama tidak memiliki gangguan pendengaran, pasti bisa mendengar suara, tapi belum tentu mengerti dan memahami suara tersebut. Contoh paling gampang, orang mendengarkan lagu dan menyukai irama dan musiknya. Tapi orang yang menyimak, tidak hanya menikmati irama dan musiknya saja akan tetapi dia juga menghayati tentang apa lagu tersebut, Sama seperti orang yang mendengarkan orang lain berbicara. Ya, dia mendengar suara orang lain berbicara. Tapi orang yang menyimak akan mengerti dan memahami maksud dari perkataan dari si pembicara.

Mendengar adalah kemampuan. Menyimak adalah keterampilan. Jika mendengar itu adalah kemampuan karena kita diberikan anugrah berupa telinga, maka menyimak adalah keterampilan yang bisa dan perlu dilatih dan dikembangkan. Komunikasi yang efektif terjadi jika pesan yang hendak disampaikan bisa dipahami oleh pihak lainnya. Untuk bisa memahami secara benar diperlukan keterampilan menyimak.

Mengapa menyimak disebut keterampilan? Menyimak lebih sulit dibandingkan dengan mendengar, karena membutuhkan konsentrasi, fokus, dan perhatian. Jangan lupa, perhatian manusia mudah sekali teralihkan oleh banyak hal yang di sekelilingnya dan juga oleh apa yang muncul di dalam pemikirannya sendiri. Jadi menyimak benar-benar memerlukan usaha. Proses menyimak melibatkan selain verbal yaitu kata-kata juga tanda-tanda non-verbal. Sebagai contoh: Apa kata-kata yang digunakan? Bagaimana dengan nada suara yang digunakan? Tinggi? Rendah? Cepat? Lambat? Bagaimana bahasa tubuhnya? Apakah terlihat gelisah? Bersemangat? Takut? Marah? Dan masih banyak lagi.

Menyimak secara aktif adalah elemen kunci untuk membuat proses komunikasi efektif. Segala bentuk hubungan, entah itu hubungan orang tua dan anak, hubungan guru dan pelajar, hubungan dosen dan mahasiswa, hubungan dalam pertemanan, hubungan dalam komunitas, dan hubungan dalam pekerjaan, dan masih banyak lagi bentuk hubungan dengan orang lain sangat membutuhkan komunikasi yang efektif. Jadi ketika Anda memilih untuk menyimak secara aktif dan sadar, Anda akan menikmati banyak keuntungan, seperti informasi yang lebih jelas, proses belajar yang lebih cepat, meeting yang lebih efektif, dan masih banyak lagi. Singkatnya, mendengar adalah sebuah kemampuan dasar, tapi menyimak adalah sebuah keterampilan yang bisa dan perlu dimiliki.

 Teknologi dan Komunikasi yang Efektif

Ngomong-ngomong soal teknologi, saya teringat kembali perkataan teman saya pada saat reuni yang mengecewakan waktu itu, “Teknologi mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat.” Saya menganggap teknologi itu seperti pedang bermata dua. Sisi positifnya, teknologi mengatasi batas-batas tradisional dalam komunikasi seperti jarak, waktu, dan biaya. Bayangkan saja, di manapun dan sejauh apapun teman, keluarga, dan rekan bisnis kita berada, hanya dengan menggunakan aplikasi seperti Whatsapp dan terciptalah sebuah chat room di mana kita bisa ‘bertemu dan berbicara’ sepuasnya dengan mereka. Waktu? Gak pake lama. Tekan saja ikon Whatsapp dan voila kita langsung bisa ngobrol. Biaya? Muraaaaaaaah! Tinggal beli paket data. Beres. Teknologi pun menciptakan peluang-peluang yang tidak terbayangkan sebelumnya. Welcome to the world without boundaries! Selamat datang di dunia tanpa batas!

Di sisi lain, teknologi juga malah menjadi dinding pembatas yang tidak terlihat tapi nyata efeknya. Jaman dulu, sebelum gadget begitu melekat pada kehidupan sehari-hari, makan malam bersama keluarga adalah waktu istimewa di mana para anggota keluarga berkumpul dan berbincang-bincang setelah kegiatan mereka masing-masing di luar rumah. Meja makan menjadi ‘markas besar’ tempat berbagi cerita. Tempat orang tua mendengarkan cerita anak-anak mereka tentang keberhasilan dan kesulitan yang mereka hadapi di luar rumah. Tempat anak-anak mendapatkan nasihat dan juga omelan dari orang tua. Tempat kakak adik ngobrol, saling meledek atau malah sesekali beradu mulut. Kegiatan makan malam menjadi tempat yang mengakrabkan para anggota keluarga. Tapi saat ini, sudah bukan pemandangan aneh ketika satu keluarga yang duduk satu meja namun tidak ada komunikasi yang terjalin. Masing-masing sibuk dengan gadget-nya dengan berbagai macam alasan.

Kalau kita memperhatikan, banyak sekali hal-hal yang berubah dan hilang, sejak gadget dan teknologi menjadi sesuatu yang melekat erat dalam kehidupan dan kegiatan sehari-hari. Jadi gadget dan teknologi itu baik atau buruk bagi komunikasi? Ini pertanyaan apa jebakan betmen, ya? Kalau dijawab baik, terus deh jadi alasan supaya gadget semakin nempel di tangan kayak pakai super glue. Kalau dijawab buruk, langsung ada paduan suara memprotes bahwa kita manusia jaman now sangat memerlukan gadget dan teknologi, beda dengan jaman old. Jadi jawabannya adalah selalu ada dua sisi, selalu ada dua mata pedang. Bijaksanalah. Pertimbangkanlah. Manusia itu ‘tuan’ dari gadget dan teknologi, bukan budak. Kita yang mengendalikan, bukan kita yang dikendalikan.

Oh ya, saya membicarakan reuni yang menyebalkan pada beberapa teman saya yang cukup saya kenal baik, terutama yang waktu itu juga datang saat reuni. Akhirnya saat ketemuan berikutnya,kami sepakat tidak menggunakan hp untuk mengobrol dengan orang lain yang tidak ada pada saat ketemuan. Hp hanya digunakan untuk memotret atau membuat video, bahkan upload dan share foto-foto dan video ke media sosial pun dilakukan nanti setelah bubar. Hasilnya? Ketemuan kami menjadi lebih seru dan berkualitas walaupun seringkali tidak terlalu lama karena kesibukkan kami masing-masing. Tahu sebabnya? Karena kami jadi lebih fokus menyimak pembicaraan yang sedang berlangsung. Ternyata ngobrol tanpa diganggu si gadget itu asyik, lho!

Selamat Hari Komunikasi Sedunia ke-53!

Melinda Liu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *