Kegiatan Pelayanan Tetap Berjalan Meski Lanjut Usia
Hampir seminggu saya minta waktu untuk bertemu dengan seorang ibu warga Wilayah Bondongan, akhirnya baru berhasil menemuinya. Dia bukan sibuk usaha bisnis, atau sibuk dalam bidang organisasi massa serta di lembaga swadaya masyarakat tertentu dan keperluan keluarga, melainkan sibuk aktif dalam kegiatan pelayanan di lingkungan Paroki St Fransiskus Asisi (SFA) Sukasari dan bahkan sampai ke luar wilayah paroki.
Dia adalah seorang nenek dari 9 cucu yang kini berusia 79 tahun. Nenek ini bisa jadi satu satunya seorang nenek di lingkungan Paroki St. Fransiskus yang aktif dalam kegiatan pelayanan di kalangan umat paroki SFA khususnya di wilayah Bondongan
Bu Kirana demikian panggilan akrab nenek ini, di kalangan umat paroki SFA Sedang di KTP dan surat–surat resmi lainnya bernama Dianawati. Warga di lingkungan tempat tinggalnya di Gg Sindang Resmi Kelurahan Bondongan dipanggil Mak Giok “Orang Sunda agak susah menyebut Kiok sehingga dia memanggil Giok,” kata Kirana seraya menyebutkan nama yang diberikan orang tuanya adalah Tjio Kiok Hwa ketika dia lahir pada tanggal 6 Desember 1940 di Jakarta
Sedang Kirana adalah nama suaminya almarhum Kirana Tanto (dulu Tan Tjian Kie) “Jadi kemudian saya dikenal dengan panggilan ibu Kirana,” katanya sambil menyodorkan mangga yang telah dikupas saat bincang-bincang di lantai dua rumahnya minggu ke empat bulan Oktober. Di tempat ini juga antara lain digunakan kegiatan doa Rosario bersama dengan warga rukun setempat.
Nenek dari 9 cucu dan 1 buyut ini menyebutkan dia menikah dengan Kirana Tanto pada tahun 1963. Kemudian ikut suaminya yang mendapat pekerjaan di pabrik tekstil di Tajur dan tinggal di perumahan karyawan pabrik tersebut. Sebelas tahun kemudian Dianawati buka usaha jualanan sembako di Pasar Gembrong Sukasari sambil menerima jahitan pakaian, setelah Kirana Tanto keluar dari perusahaan tempatnya berkerja Selanjutnya Kirana dan keluarga beli rumah di Sindang Resmi tahun 1974 Di tempat ini, keluarga ini dikarunia 5 anak, dan tahun 2009, Kirana meninggal dunia.
Sepeninggal suaminya, Dianawati memindahkan semua dagangannya di rumahnya di Sindang Resmi, di rumah ini, satu per satu anaknya keluar rumah karena menikah. Dan ibunya juga tingggal bersamanya. Ibunya meninggal dalam usia 84 tahun Sedang ayah Dianwati meninggal dalam 45 tahun, “Kami 7 bersaudara dibesarkan ibu setelah ayah meninggal, dari 7 bersaudara itu tinggal 3 orang Saya anak yang pertama,” kata Dianawati yang jualan sembako dibantu anak pertamanya Jinaka Tanto setelah pensiun dari tempat kerjanya.
Jinaka yang tinggal di perumahan Mutiara Bogor Raya bersama istri dan 2 anaknya datang pukul 10.00 dan pulang pukul 20.00. “Jin sangat membantu saya untuk angkat-angkat barang dagangan yang berat dan juga menjaga warung selama saya pergi untuk kegiatan pelayanan,” kata Dianawati yang tinggal sendirian
MUJIZAT.
Berdasar keterangan Dianawati dia terpanggil menjadi Katolik karena mujizat. Menurut pengakuannya semula dia dan suami pemeluk Agama Khong Hu Tju, baru tahun 1998 menjadi Katolik setelah mendapat teguran dari Tuhan. Menurut Dianawati, mujizat itu terjadi pada saat suaminya tiba-tiba terserang stroke dan masuk RS Azra pada tanggal 17 Desember 1997 sampai tgl 24 Desember 1997. Kondisinya sudah sangat kritis menurut dokter yang menanganinya selama seminggu itu, suami tak sadarkan diri dan ngorok “Dokter bilang harapan sembuh tipis dan dokter menganjurkan untuk doa kepada Tuhan,” kata Dianawati mengenang detik-detik kritisnya suami.
Kelima anak yang sudah menjadi Katolik itu dimalam Natal semalam suntuk berdoa bersama “Saya diminta untuk ikut berdoa bersama. Saya berbisik, “sadar ya pi.. ini Malam Natal, anak-anak pada datang berdoa mohon Tuhan datang sembuhkan yang sakit,” kata Dianawati seraya menyebutkan anaknya berdoa semalam suntuk.
Keesokannya, menurut Dianawati, suaminya terbuka matanya “Sungguh ajaib Berkat Tuhan, ayahnya anak-anak ada tanda-tanda kesembuhan. Anak-anak saya beritahu ayahnya sadar dan mereka berdatangan seraya menyebutkan Mujizat terjadi pada ayahnya di malam Natal. Puji Tuhan doa kami dikabulkan,” kata Dianawati
Dokter yang memeriksa kondisi Kirana mengijinan Kirana untuk pulang karena sembuh total. Sungguh ajaib Mujizat telah terjadi pada kirana “Tanggal 3 Januari lalu pulang ke rumah, di rumah disambut sukacita. Ketika Suster Ancilla datang saya ungkapan semua Mujizat itu, Saya kemudian minta belajar agama Katolik. Suster Ancilla gembira lalu mengabulkan permintaan kami berdua. Selain dibimbing oleh Suster dan Pak Dwidjo (alm). Setelah hampir setahun belajar agama akhirnya saya dan suami dipermandikan di Kapel Bondongan tanggal 22 Desember 1998 oleh Romo Tarno,” kata Dianawati yang memakai nama baptis Antonia dan suaminya Antonius
KETUA RUKUN
Tahun 2000 , Dianawati yang usianya 60 tahun itu, untuk pertama kalinya diangkat menjadi Ketua Rukun Bondongan. Tahun 2006 merangkap menjadi Ketua Lingkungan setempat karena yang lama pindah rumah “Sampai sekarang saya masih diminta untuk menjadi Ketua Rukun,” kata Dianawati yang berupaya menjadi pelayan umat yang baik.
Dianawati selain tugas rutin sebagai ketua Rukun juga diminta tolong warga yang datang untuk didoakan untuk penyembuhan bagi yang sakit dan agar hidup rukun kembali “Ya semua itu berkat Tuhan melalui doa yang kami panjatkan, yang semula bertengkar dengan istrinya Puji Tuhan rukun kembali dan malah memperoleh keturunan lagi,” kata Dianawati.
Diusianya yang mendekati 80 tahun ini, Dianawati tetap aktif diberbagai kegiatan dengan kelompok Bina Lansia yang diserahi tugas seksi doa sejak tahun 2000 sampai sekarang, Santa Monica serta SSV, dan Wanita Bijak Katolik Kegiatan pelayanan doa dan kunjungan ke pelbagai Panti Asuhan dan Jompo secara rutin dilakukan bersama-sama dengan kelompoknya.
“Saya akan tetap melakukan pelayanan sampai tak berdaya lagi, “Ya Tuhan pakailah hidupku selagi aku masih kuat,” kata Dianawati yang senantiasa ingat akan teguran Tuhan yang diterima saat suaminya terserang stroke dan penyembuhan secara total dari sakit stroke itu merupakan sebuah karunia dari Tuhan, dan Mujizat bagi keluarga itu tak terlupakan.
( Fx. Puniman )