Artikel

Hidup Bersama COVID-19

Belum lama rasanya kita menyambut pergantian tahun 2019 ke 2020 dengan sukacita dan harapan untuk tahun baru yang lebih baik. Tapi siapa sangka sukacita dan harapan tersebut hancur berantakan oleh hantaman dahsyat virus Corona atau Covid-19 yang dengan sangat cepat menyebar ke seluruh dunia. Badai kematian melanda dunia. Kematian yang tidak pandang bulu. Dokter, perawat, pemuka agama, pemimpin bangsa, masyarakat biasa, anak-anak, lansia, semuanya tanpa terkecuali. Berbarengan dengan badai kematian, badai kekuatiran, ketakutan, dan ketidakpastian akan masa depan juga mulai melanda dan menyerang mental. Seakan belum cukup sampai di situ, seluruh sendi-sendi kehidupan juga dihantam habis-habisan. Ekonomi, pendidikan, sosial, kehidupan beragama, semua berubah drastis. Apa yang harus kita lakukan? Kapan semuanya bisa kembali normal?

Apa Itu Normal? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu arti dari kata normal adalah menurut aturan atau menurut pola yang umum; sesuai dan tidak menyimpang dari suatu norma atau kaidah; sesuai dengan keadaan yang biasa. Kata normal juga bisa mencerminkan suatu keadaan di mana kita sudah merasa biasa dan nyaman di dalamnya. Seperti dulu saat sebelum badai Covid-19 datang. Di mana kita bebas beraktivitas, tanpa dibayangi rasa takut, dan tanpa harus mengikuti berbagai peraturan yang terus menerus berubah-ubah. Tapi saat ini tidak ada yang namanya normal, tapi ‘new normal’. Mau tidak mau, suka tidak suka, kita harus menerima kenyataan bahwa inilah kondisi saat ini, yaitu new normal.

Menuju New Normal Bagi sebagian besar masyarakat saat ini, new normal adalah sebuah ketidaknyamanan. Ketidaknyamanan dalam segala hal karena ada perubahan-perubahan yang drastis, ada banyak aturan-aturan baru yang diterapkan dan harus dipatuhi, dan ada konsekuensikonsekuensi tertentu jika melanggar. New normal juga menggambarkan ketidakpastian dan kebingungan.

Sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan ditutup, dialihkan menjadi school from homealias (pembelajaran jarak jauh) belajar dari rumah. Kantor-kantor ditutup, sebagai gantinya menjadi work from home, WFH, kerja dari rumah. Pusat perbelanjaan yang biasanya tutup malam, dibatasi jam operasionalnya dan juga dibatasi pengunjungnya. Restoran juga sama, bahkan pernah hanya boleh layanan bawa pulang dan delivery. Ojek online sebagai alat transportasi pernah tidak boleh mengangkut penumpang, hanya boleh mengantarkan barang. Bioskop, tempat wisata, tempat hiburan lainnya hiburan ditutup atau dibatasi jam operasional dan jumlah pengunjungnya. Termasuk tempattempat ibadah pun harus ditutup. Semuanya berubah drastis.

Belum lagi peraturan-peraturan terus berubah-rubah disesuaikan dengan keadaan. Istilah-istilah PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), PSBB Transisi, AKB (Adaptasi Kebiasaan Baru), terus bermunculan di percakapan sehari-hari, pengumuman, berita televisi, berita online, dan di mana-mana. Para pengambil keputusan pun harus terus menerus melakukan penyesuaian dan perubahan karena ‘musuh’ yang dihadapi adalah ‘musuh’ baru yang sangat berbahaya. Tiap hari laporan tentang Covid-19 muncul di media masa, baik tentang jumlah orang yang terpapar, jumlah orang yang sembuh, jumlah orang yang meninggal.

‘Drama-drama’ Covid-19 juga bermunculan. Perkelahian keluarga dan petugas saat penjemputan pasien, perkelahian warga mencegat ambulans karena tidak terima keluarganya dimakamkan di pemakaman khusus Covid-19, pengambilan paksa orang yang meninggal karena Covid-19 oleh keluarganya, pasien kabur dari rumah sakit, sampai pasien bunuh diri, dan masih banyak lagi.

Spekulasi-spekulasi bermunculan, berita hoax tentang Covid-19 semakin sering kita terima melalui wa, facebook, dan media sosial lainnya, hingga semakin menimbulkan keresahan, ketakutan, dan kebingungan. Situasi terus berkembang dan berubah, semakin banyak orang yang terpapar dan semakin banyak pula daerah-daerah yang dikategorikan sebagai zona merah Covid-19, yaitu daerah di mana peningkatan kasus Covid-19 melonjak tinggi. Di zona merah inilah biasanya banyak berbagai klaster atau tempat asal penyebaran seperti klaster rumah makan, klaster tempat ibadah, klaster pasar, bahkan klaster keluarga.

Keadaan semakin diperparah dengan kondisi bahwa tidak semua penderita Covid-19 terlihat nyata gejala-gejalanya. Orang-orang ini masuk dalam kategori OTG, Orang Tanpa Gejala. Orang-orang yang terlihat sehat yang kita temui di jalan, teman-teman, rekan kerja, saudara, keluarga, bisa siapa saja. Terlihat sehat, namun mereka menularkan Covid-19 tanpa mereka sadari. Oleh karena itu, untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19, pemerintah sudah menetapkan dan mensosialisasikan protokol kesehatan, yaitu:

  1. Menggunakan masker
  2. Menjaga jarak 1 – 2 meter dengan orang lain
  3. Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun.

Namun pelanggaran terus menerus terjadi. Di mana-mana masih terlihat banyak orang yang tidak memakai masker atau tidak memakai masker dengan cara yang benar. Masih juga terlihat orang-orang yang berkumpul tanpa menjaga jarak dan tanpa mengenakan masker. Seolah-olah Covid-19 itu bukan bahaya yang nyata. Padahal bahaya Covid-19 dan protokol kesehatan setiap hari disosialisasikan di mana-mana dan dengan berbagai cara. Masyarakat yang tidak patuh inilah yang juga menjadi penyebab meningkatnya jumlah pasien Covid-19 setiap harinya. Sampai-sampai diadakan operasi yustisi yang seharusnya tidak perlu jika masyarakat memiliki kesadaran akan kesehatan mereka sendiri, keluarga, dan masyarakat pada umumnya.

Pada salah satu pidatonya, Bapak Jokowi mengatakan tentang hidup berdamai dengan Covid-19 (https://nasional.kompas.com/ read/2020/05/08/06563101/jokowi-sebut-hidupberdamai-dengan-covid-19-apa-maksudnya). Pernyataan ini sempat menimbulkan kontraversi dalam masyarakat, seolaholah Bapak Jokowi menyuruh kita untuk terima nasib. Namun jika kita membaca dan mendengarkan dengan lebih cermat, kepala dingin, dan menggunakan rasio, pernyataan tersebut sangatlah benar adanya. Bahwa situasi saat ini adalah bencana pandemi yang tidak bisa dihindari, mau tidak mau kita harus hidup di dalamnya dan bertahan.

Tapi bukan berarti kita berdiam diri dalam ketakutan dan tidak melakukan apapun. Bapak Jokowi menginginkan kita tetap beraktifitas dengan segala pembatasan dan keterbatasan, tapi dengan mematuhi protokol kesehatan. Jangan sampai perputaran roda ekonomi berhenti total Karena kalau roda ekonomi terhenti, seluruh bangsa Indonesia akan berada dalam masalah besar. Itulah mengapa yang utama adalah keharusan mematuhi protokol kesehatan di manapun. Diharapkan dengan demikian kesehatan yang menjadi fokus utama bisa terjaga dan berbagai macam aktifitas termasuk aktifitas ekonomi tetap bisa berjalan. Sehingga bangsa Indonesia bisa melalui badai ini dengan selamat.

Tetapi, sampai kapan kita harus berada di dalam situasi serba tidak pasti seperti ini? Dalam berita lain, Bapak Jokowi mengatakan untuk hidup berdamai dengan Covid-19 sampai vaksin ditemukan. (https://nasional.kompas.com/read/2020/05/07/10430201/jokowi-kita-harushidup-berdamai-dengan-covid-19-sampai-vaksinditemukan).

Yeay! Vaksin kan sudah ada. Bahkan di kanal-kanal berita dikatakan Indonesia sudah siap untuk mulai mendistribusikan dan memberikannya pada masyarakat sekitar akhir 2020. Penantian dan harapan sudah berakhir sebentar lagi! Hmmmm…..benarkah? Yakin?

Antara Harapan dan Kenyataan

Yakin bahwa dengan adanya vaksin, Covid-19 cepat berlalu dan menghilang? Yakin kita langsung bisa ‘lompat’ kembali ke kehidupan normal? Pertanyaan ini sama sekali bukan tentang keefektifan dan kemanjuran vaksin, lho! Keefektifan dan kemanjuran vaksin adalah ranah para peneliti ahli di pelbagai negara yang pasti melakukan daya upaya terbaik demi kebaikan umat manusia. Pertanyaan ini lebih mengacu pada kenyataannya nanti di lapangan dan penerapan yang ada di seputar keberadaan dan distribusi vaksin itu sendiri.

Dalam berita (https://health.grid. id/read/352391250/vaksin-covid-19-yang-november-besok-rilis-di-indonesia-hanya-untukkalangan-tertentu?page=all) menyatakan bahwa yang akan menerima vaksin pertama kali adalah:

  1. Tenaga Kesehatan, seperti perawat, dokter, tenaga-tenaga laboratorium, dan para pekerja-pekerja di rumah sakit yang langsung berhadapan langsung dan berisiko tinggi terpapar Covid-19.
  2. Petugas Pelayanan Publik, yaitu merekamereka yang langsung terjun dalam operasi melakukan penegakan kepatuhan pelaksanaan protokol kesehatan seperti misalnya Satpol PP, Polri, TNI, dan para pekerja yang memberikan layanan pengguna jasa bandara, stasiun, pelabuhan, dan beberapa kelompok pekerjaan yang lain yang berisiko terhadap infeksi kasus Covid-19.

Artinya ada lebih dari 200 juta orang lainnya belum tentu mendapatkan vaksin dalam waktu dekat. Artinya, dalam waktu-waktu tersebut, kita semua masih berisiko terpapar Covid-19. Masih ada lagi, penerima vaksin adalah dalam rentang usia 18 – 59 tahun dan tidak memiliki penyakit penyerta (komorbid) seperti diabetes, hipertensi, jantung koroner, dll yang parah. Bagaimana yang berusia di bawah 18 tahun dan di atas 59 tahun? Dan bagaimana bagi mereka yang menderita penyakit penyerta tersebut?

Pemberian vaksin juga tidak cukup hanya sekali (https://www.klikdokter.com/info-sehat/ read/3644812/ini-alasan-pemberian-vaksinvirus-corona-tak-cukup-sekali). Menurut artikel tersebut, jika vaksin yang diberikan hanya sekali, sistim kekebelan tubuh si penerima vaksin belum bereaksi secara maksimal. Jadi pada rentang waktu antara suntikan pertama dan suntikan kedua adalah masa-masa yang masih berisiko.

Jadi setelah vaksin ada dan mulai didistribusikan pun masih ada ketidakpastian. Kita tidak pernah tahu bagaimana ke depannya karena Covid-19 adalah virus yang baru. Jadi kita harus bagaimana? Apa yang harus dilakukan saat ini?

Hidup Berdampingan Dengan Covid-19 (Untuk Sementara)

Semakin kita bisa menerima kenyataan bahwa Covid-19 belum akan hilang dalam waktu singkat, semakin kita bisa menghadapinya dengan lebih tenang dan tidak panik. Waspada tapi tidak parno, hidup dialam ketakutan. Tetap produktif tapi tidak mengabaikan protokol kesehatan.

Ada seorang dokter yang bercerita tentang tanggung jawab profesi dan pergulatannya untuk bertahan sehat setiap harinya di kanal YouTube-nya. Sebagai seorang dokter yang setiap harinya berisiko tinggi terpapar Covid-19, beliau berkata, “Saya menanamkan pikiran dalam diri saya, bahwa setiap kali saya ke luar rumah, saya berisiko terpapar Covid-19. Ketika saya pulang ke rumah, sayalah yang membawa risiko tersebut ke dalam keluarga. Untuk itulah kita harus benar-benar mentaati protokol kesehatan semaksimal mungkin.” Pemikiran beliau seperti inilah yang harus kita tanamkan kepada diri sendiri. Mari mulai dari diri sendiri dulu, lalu ajak orang-orang terdekat kita untuk melakukan hal yang sama.

Yuk, mari kita sama-sama melakukan hal-hal sederhana di bawah ini:

…saat saya ke luar rumah, saya berisiko terpapar Covid-19…

  1. Selalu terapkan protokol kesehatan standard yang dianjurkan pemerintah

Memakai Masker

Selalu, enggak pake lupa. Jangan mengeluh tidak nyaman lah, engap-lah, nafas jadi berat lah, kalau ngomong jadi gak jelas lah dan banyak alasan dan keluhan lain. Ingat, para tenaga kesehatan dan tenaga medis harus menggunakan APD lengkap tertutup dari ujung rambut sampai ujung kaki selama berjam-jam dalam sehari. Tanyakan pada mereka bagaimana rasanya. Atau mau coba sendiri rasanya? Lalu bandingkan ketika kita hanya diharuskan memakai masker demi kepentingan kita sendiri. Kita semua bisa punya segudang alasan untuk tidak memakai masker, melepaskan masker, atau memakai masker secara asal-asalan, tapi coba pikirkan satu saja alasan kenapa kita harus dan perlu memakai masker.

Menjaga Jarak

Usahakan selalu menjauhi kerumunan. Semakin padat kerumunan, semakin besar kemungkinan penularan terjadi. Klaster keluarga, klaster tempat ibadah, klaster pasar, adalah beberapa contoh kerumunan yang lengah, yang merasa aman tidak melakukan protokol kesehatan dengan benar. Tempattempat terututup dan ber-AC juga disinyalir memperbesar kemungkinan penularan virus, seperti klaster perkantoran.

Mencuci Tangan

Usahakan selalu mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir lebih sering. Tidak hanya tangan sebenarnya, ada baiknya sampai ke siku. Sekarang ini di mana-mana disediakan sarana untuk mencuci tangan. Manfaatkan. Contoh kecil saja, pegangan trolley dan keranjang belanja di pasar swalayan adalah benda yang kotor, karena kita tidak tahu siapa saja yang pernah memegang trolley atau keranjang tersebut. Ada baiknya membiasakan diri untuk melap pegangan trolley atau keranjang dengan tissue basah antibakteri sebelum memegangnya untuk saat berbelanja. Oh ya, jangan menyentuh mata, hidung, mulut sebelum mencuci tangan. Apalagi di tempat umum. Tangan adalah bagian yang paling kotor karena sering menyentuh permukaan berbagai macam benda.

  1. Bawa selalu perlengkapan ‘perang’ saat ini, masker cadangan jika pergi cukup lama, hand sanitizer, tissue basah antibakteri, tissue kering, spray disinfektan. Ribet ya? Iya, emang. Mau gak mau.
  2. Tetaplah di rumah, ke luar hanya perlu. Kecuali kalau memang harus bekerja setiap hari. Redam dulu keinginan untuk sekedar jalan-jalan, ngopi cantik, cuci mata, dan kegiatan luar rumah yang tidak perlu. Gunakan internet untuk kongkow dengan teman-teman dan saudara. Manfaatkan layanan pesan antar sebisanya. Selain aman, kita menyisihkan sedikit rejeki bagi bapak/ ibu yang mengantarkan, seperti ojek online misalnya. Kayak dipenjara ya? Enggak, bukan penjara, tapi pilihan sadar, cerdas, dan bertanggung jawab untuk kesehatan kita dan keluarga.

…saat saya pulang ke rumah, sayalah yang membawa risiko Covid-19 pada keluarga…

  1. Lepaskan sandal atau sepatu di luar rumah, lalu semprot dengan disinfektan.
  2. Jika membawa kendaraan, luangkan waktu untuk menyemprotkan disinfektan ke dalam kabin mobil Anda, jok mobil, setir, dan panel-panel seperti tombol lampu, dll. Untuk yang membawa motor, semprotkan disinfektan ke area yang sering disentuh seperti stang motor, panel-panel instrumen, jok, dan jangan lupa helm.
  3. Semprotkan juga disinfektan pada barangbarang yang Anda bawa masuk ke rumah, seperti tas, kunci mobil atau motor, kacamata, dompet, tas belanja, dan lainlain. Ide bagus juga untuk menggunakan tas berbahan kain. Begitu sampai di rumah, tas kainnya masuk ke keranjang cucian. Smart!
  4. Cuci tangan dan kaki dengan sabun dan air mengalir sebelum masuk rumah jika ada memungkinkan.
  5. Biasanya nih, setelah aktifitas melelahkan di luaran, enaknya masuk rumah langsung rebahan di sofa ya? Nafas dulu, istilahnya. Leyeh-leyeh. Tapi itu dulu. Sekarang, begitu masuk rumah, anggap diri kita adalah si pembawa virus berbahaya. Sebelum rebahan, sebelum bercengkerama dengan keluarga, sebelum ini itu, sebaiknya langsung masuk kamar mandi untuk mandi dan keramas. Letakkan pakaian yang dipakai tadi dan masker di dalam ember berisi sabun cuci, jika belum mau langsung dicuci.

…jaga dan tingkatkan imunitas…

  1. Usahakan waktu istirahat yang cukup.
  2. Makanan yang bergizi, perbanyak makan buah dan sayur
  3. Olahraga rutin. Olahraga sederhana seperti jalan kaki sudah cukup, yang penting rutin. Sekalian berjemur matahari pagi juga sangat dianjurkan.
  4. Tambahkan vitamin dan suplemen makanan jika perlu.
  5. Enjoy aja! Kelola stress. Bermain dengan hewan peliharaan, memelihara tanaman hias, berkebun kecil-kecilan, membaca buku, menambah keahlian dan pengetahuan melalui kursus online gratis, mencoba resep masakan baru, membereskan rumah, apapun hobi Anda. Nikmati waktu-waktu berada di rumah. Siapa tahu Anda malah mendapatkan ide peluang bisnis baru yang siap menambah pundi-pundi Anda.

Ada satu hal yang juga sangat penting. Yaitu jangan lupakan kekuatan doa dan ucapan syukur. Hati yang percaya dan berserah kepada Yesus Kristus dan hati yang selalu bersyukur atas segala keadaan adalah hati yang gembira. Gembira bisa meningkatkan imunitas, lho!

Inilah new normal. Era di mana kita semua harus Adaptasi Kebiasaan Baru. Sudah saatnya kita, sebagai individu dan sebagai umat Katolik menghadapi situasi ini bersamasama dengan selalu waspada dan menerapkan protokol kesehatan untuk membantu pemerintah memutus mata rantai penyebaran Covid-19, menjaga kesehatan diri kita sendiri, orang-orang yang kita sayangi, teman-teman, dan orang lain.

Semua dimulai dari diri kita sendiri. Ingat selalu ‘Ketika saya ke luar rumah, saya berisiko terpapar Covid-19. Ketika saya pulang, justru sayalah yang mungkin membawa virus Covid-19 ke dalam rumah.’

Stay healthy, stay safe, stay happy Tetap sehat, tetap aman, tetap gembira

( Melinda Liu )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *